ANGIN TAK LAGI SEJUK
Nasi, nasi, nasi…… sarapan pak, bu, begitulah setiap hari aku menjajakan nasi dari rumah ke rumah mengelilingi kampungku di pesisir pantai utara tepatnya Kampung Lebak, kampung dimana aku dilahirkan sepuluh tahun silam, saat ini aku kelas V MI Annajah (satu-satunya sekolah islam di kampungku), menjual nasi bungkus merupakan tanggung jawabku untuk membantu ibuku yang berjualan goreng pisang dan krupuk, sedangkan bapakku hanya menunggui rumah sambil berjualan ala kadarnya untuk menopang penghasilan aku dan ibu yang bercucuran keringat di antara desauan angin yang tak lagi menyejukkan namun menyesakkan dada kami di teras-teras dan beranda orang-orang berada karena pembeli adalah raja.
Aku mulai berjualan sejak bapakku terkena penyakit lumpuh tiga tahun yang lalu, ketika itu aku baru pulang sekolah sambil berlari aku panggil ibu bapakku ku bawa kabar kalau mulai besok aku tidak usah bayar SPP lagi karena sudah di tanggung pihak sekolah dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
“ya sukurlah nak, berarti beban kita terkurangi dengan bantuan ini, terima kasih ya Allah engkau Maha tahu sebagian dari harapan hambamu yang tidak mampu lagi memohon dan berharap karena hamba tidak mampu membalas pemberian yang engkau limpahkan pada keluarga hamba dengan syukur yang setimpal” begitulah doa bapakku di atas pembaringan karena sudah satu bulan ini bapakku sakit, ibuku hanya mampu membelikan obat penurun panas yang banyak dijual toko-toko dekat gubuk kami.
“tidak di bawa ke rumah sakit saja bu? Emangnya sakit apa?”